MAULID YANG MEMBAWA PETAKA DAN BERKAH?

 sekolah sekarang telah berlomba-lomba menyambut maulid untuk memeriahkan hari kelahiran Nabi Saw. itu adalah satu hal yang sangat mulia sebenarnya, namun ketika ditelusuri lebih jauh, ternyata tidak satu, dua sekolah, tapi semua sekolah membebankan perayaan maulid kepada siswa ke orang tua siswa. Semua sekolah ini menatapkan biaya untuk membuat maulid tanpa melakukan riset kalau orang tua siswa apakah ia mampu atau tidak memenuhi biaya buat maulid ini. Guru-guru yang konyol ini justru memakai asumsi kecacatan berpikir, jika satu dua yang setuju dengan biaya itu maka semua berarti setuju dan siap buat acara maulid ini. acara maulid seharusnya mengenang hari kelahiran nabi dengan bergembira  dan bersuka ria, namun Guru-guru sesungguhnya tidak sedang merayakan hari kelahiran Nabi tapi sedang merayakan Ego yang merasa dirinya benar dan tidak sama sekali merasa bahwa yang dilakukannya adalah sesuatu yang jauh dari konteks maulid itu sendiri. sesuatu yang tidak bisa diakal kita, tujuannya merayakan maulid ini untuk berbahagia mengenang kelahiran Nabi, tapi disisi lain ditengah merayakan maulid ini adalah orang-orang bersedih hati dan memaksa dirinya sebagai orang tua siswa membuat acara maulid ini?. walau mereka tidak menampakkan kesedihannya tapi dilihat dari kondisi kehidupannya yang terbatas cukup kita bisa katakan mereka bersedih dengan merayakan hari Maulid ini. apakah itu yang diinginkan Nabi? apakah kalian guru-guru merasa bahwa Nabi bisa bahagia dengan dirayakan hari kelahiran tapi kita zolimi orang tua siswa?, lalu apa yang sebenarnya kita rayakan ini? maulid atau egoisme kita? boleh dibilang kita sudah jauh dari konteks maulid, untuk berbahagia menyambut kelahiran Nabi sebagai penuntun kebahagian manusia. kalau Nabi Lahir dimuka bumi menghapus kezoliman lantas kenapa anda mengatasnamakan kelahiran Nabi untuk menzolimi orang lain? hei, guru-guru kalian waras?. biadab nya lagi kita mengatasnamkan Ikhlas untuk memaksa orang menerima keputusan kegiatan maulid ini. sungguh ironi kehidupan seperti ini. 

Subscribe to receive free email updates: